Papua, Dharapos.com
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Natan Pahabol mengatakan tidak pungkiri jika tingkat buta aksara di Provinsi Papua masih cukup tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia.
![]() |
Para siswa SMP di Lanny Jaya |
Namun, menurutnya, tingkat kebuta aksaraan itu banyak terdapat wilayah di pedalaman Provinsi Papua dan semuanya tergantung dari Pemerintah Daerah setempat untuk memberantas buta aksara tersebut.
“Ya, memberantas buta aksara sangat penting. Namun itu semua kembali kepada niat Pemerintah daerah setempat. Apakah punya keinginan untuk memajukan Pendidikan dan memberantas buta aksara atau tidak,” kata Pahabol kepada wartawan di Jayapura, Senin (1/12).
Dicontohkannya, selama delapan tahun dirinya menjadi tenaga pengajar sukarela di Kabupaten Yahukimo, tidak pernah ada bantuan dari Pemda setempat. Padahal selain mendidik anak-anak, ia juga mengajarkan baca tulis untuk ibu-ibu yang ada di wilayah itu.
“Akhirnya saya mencoba mencari bantuan ke Jerman, dua kali saya ke sana ada donatur yang merespon, dan memberikan bantuan. Tidak ada yang peduli dengan apa yang saya lakukan saat itu. Tapi saya selalu yakin suatu saat Pemerintah daerah akan memperhatikan Pendidikan,”tutur Pahabol.
Sebagai wakil rakyat, dia mengkritik kebijakan Pemda Kabupaten/Kota yang memindahkan beberapa Sekolah Dasar di kampung yang ada di wilayah pegunungan Provinsi Papua ke ibukota Distrik atau Kabupaten.
Dijelaskan Pahabol, banyak yang dibuat Pemerintah terkait dengan proses pemindahan sekolah karena meski ada siswa, namun tak ada guru di kampung dan kebijakan itu tidak bisa dibenarkan.
“Jadi, yang harus dilakukan bukan memindahkan sekolah, tapi menempatkan guru di kampung dengan cara apapun. Itu jadi tanggung jawab Bupati dan harus mencarikan solusi. Siapa suruh dia jadi Bupati, harus menyelesaikan persoalan di daerahnya,”tegas Natan.
Sementara itu, Gubernur Papua Lukas Enembe mengakui berbagai kendala menjadi hambatan memajukan pendidikan di Papua. Karena ada beberapa masalah mendasar antar lain masih banyak anak usia nol sampai enam tahun yang belum mendapatkan layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
“Selain itu, banyak penduduk anak usia tujuh sampai 12 tahun, dan 13 sampai 15 tahun belum mendapat kesempatan menikmati layanan pendidikan dasar. Itu disebabkan terbatasnya ketersediaan gedung sekolah. Berbagai kampung yang tersebar di gunung dan lembah, belum memiliki infrastruktur Pendidikan Dasar,”terangnya.
(Piet)