![]() |
Ilustrasi Kekerasan oleh Polisi |
Namlea, Dharapos.com
Kondisi kesehatan Uke Nurlatu, korban aniaya 6 oknum Polisi di Kabupaten Buru Selatan, Provinsi Maluku hingga saat ini tambah parah.
Karena itu, guna mengantisipasi kemungkinan terburuk, oleh pihak keluarga, korban kemudian dirujuk ke RSUD Lala Namlea, Kabupaten Buru sejak Kamis (10/3) pagi.
“Karena kondisi korban semakin menurun dan dikuatirkan terjadi hal-hal yang tidak dinginkan, maka korban kami pindahkan ke RSUD Lala Namlea guna mendapat perawatan yang lebih intensif,” ungkap salah satu keluarga yang turut mengawal korban dalam perjalanan ke Namlea, kepada Dhara Pos, (10/3).
Di samping itu, keberadaan fasilitas perawatan medis RSUD Namrole yang dinilai keluarga tidak memadai.
Pantauan Dhara Pos yang turut berada di RSUD Lala Namlea, bahwa saat ini penderitaan yang dialami korban sungguh sangat memprihatinkan.
Salah satunya, korban yang harus menggunakan kateter terus mengeluarkan darah saat buang air kecil.
Bahkan sejak mengalami penganiayaan hingga dirawat di RSUD Namrole dan kemudian pindah ke RSUD Lala Namlea, korban tidak bisa buang air besar (BAB).
Diperkirakan, korban mengalami luka dalam yang cukup parah dan dikuatirkan mengancam keselamatan jiwanya.
Pada kesempatan tersebut, pihak keluarga kali ini meminta Kapolri RI Badrodin Haiti selaku pimpinan tertinggi institusi Kepolisian RI untuk segera menyikapi aksi penganiayaan yang dilakukan oknum aparat Kepolisian di kabupaten Bursel, Provinsi Maluku.
“Ini sudah keterlaluan. Jangan karena kami orang kecil dan tinggal di desa sehingga jauh dari jangkauan dunia luar lalu mereka seenaknya menyiksa keluarga kami. Kami akan terus tuntut keadilan atas penderitaan saudara kami ini,“ tegas sumber yang meminta namanya tidak dimuat.
Mereka juga mendesak pihak Komnas HAM untuk tidak tutup mata akan hal ini.
Pada pemberitaan sebelumnya, Uke Nurlatu, warga Waisama, babak belur dihajar 6 oknum anggota polisi yang bertugas di Kepolisian Sektor Waisama dan Namrole, Kabupaten Buru Selatan.
Kronologis kejadian yang diperoleh Dhara Pos bermula dari korban yang awalnya ditangkap polisi karena diduga sebagai pelaku pembunuhan Abdulrahman Latuwael, yang juga warga desa setempat.
Aksi penganiayaan mulai dilakukan sejak kedatangan 6 anggota polisi asal 2 Polsek tersebut ke rumah korban dengan melayangkan pukulan bertubi-tubi ke tubuh korban.
Usai dianiaya di rumah, korban kemudian dibawa ke Polsek Waisama yang berlokasi di desa Wamsisi dengan alasan untuk diperiksa. Korban kemudian oleh Polisi dipaksa mengaku sebagai pelaku pembunuhan Abdulrahman Latuwael.
Ternyata bukannya diperiksa, korban malah kembali disiksa oleh Brigadir Acut dan Brigadir Fahmi bersama 4 orang anggota lainnya.
Bahkan, Brigadir Acut sempat mau menombak korban namun korban dengan sigap menangkap tombak yang hendak diarahkan kepadanya.
Namun sekalipun mengalami siksaan berat karena merasa tidak melakukan pembunuhan tersebut, korban tetap menolak mengakuinya.
Kesal dengan penolakan itu, ke 6 oknum aparat Polsek Waisama dan Namrole kemudian kembali mulai melakukan penyiksaan dengan pukulan bertubi-tubi ke sekujur tubuh korban. Bahkan sebanyak 4 kali paha korban dipukul dengan popor senjata laras panjang.
Brigadir Acut pun sempat mengokang senjata laras panjang dan mengancam menembak mati korban kalau tetap bersikeras tidak mau mengakui dirinya sebagai pelaku pembunuhan.
Tragisnya lagi, usai babak belur dihajar 6 oknum polisi, korban yang nyaris meregang nyawa akibat hebatnya siksaan yang dialaminya langsung dijebloskan ke dalam sel Polsek Namrole dan jatuh sakit.
“Waktu polisi siksa beta, beta bilang biar bapak (polisi, red) bunuh beta tapi beta seng ada salah dan beta seng bisa mengaku hal yang beta seng bikin,” tuturnya ketika di temui Dhara Pos di RSUD Namrole, saat menjalani perawatan intensif guna mengobati luka akibat penyiksaan yang diterimanya.
Pihak keluarga mengaku kecewa atas aksi penyiksaan yang dilakukan sejumlah oknum anggota Polsek Waisama dan Namrole terhadap Uke Nurlatu. Karena belakangan diketahui, korban bukanlah pelaku pembunuhan Abdulrahman Latuwael.
Pasalnya, menurut keterangan yang diperoleh dari saksi mata dan juga keluarga korban bahwa pelaku pembunuhan Abdulrahman Latuwael adalah Teorit Latbual.
“Padahal sudah ada laporan resmi dari Polsek Waisama ke Kapolres Buru bahwa berdasarkan keterangan yang diperoleh dari saksi mata dan keluarga korban bahkan sudah ada alat bukti berupa tombak yang di gunakan pelaku untuk mencabut nyawa saudara Abdulrahman Latuwael,” ungkap salah satu keluarga Uke Nurlatu kepada Dhara Pos sembari meminta namanya tidak dimuat.
Bahkan, ditegaskan pula, ada pengakuan dari istri pelaku bahwa betul tombak yang digunakan untuk membunuh Abdulrahman Latuwael adalah milik suaminya.
Hingga berita ini dimuat, pelaku yang diketahui bernama Teorit Latbual tidak diketahui keberadaannya dan masih dalam pengejaran Polisi.
(dp-37)