![]() |
Gedung RSUD Haulussy Ambon |
Ambon,
Dharapos.com – Evans Alfons, pemilik 20 potong dati yang salah satunya adalah
lokasi berdirinya bangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Haulussy kembali menyoroti masalah
pembayaran yang dilakukan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku kepada Johanes Tisera.
Sorotan itu menanggapi pihak Komisi I DPRD Maluku yang sementara ini membicarakan
masalah pembayaran lahan berdirinya fasiltas medis tersebut dengan Johanes
Tisera.
Ia
meminta Komisi I DPRD Maluku untuk lebih jeli dalam mengambil keputusan terkait
pembayaran lahan dimaksud.
Menurut
Evans, Komisi I harus jeli untuk melindungi uang negara yang nantinya akan
dipakai untuk pembayaran.
“Terkait
pembayaran tahap pertama sejumlah 10 Miliar, yang kemudian ditambah lagi 3 Miliar,
itu bukan menjadi urusan saya, tetapi yang utama adalah tanggung jawab Pemda
dalam penggunaan uang negara,” cetusnya.
Evans
kemudian membeberkan sejumlah bukti yang sah terkait dokumen kepemilikan lahan
Buke Tisera yang sudah dinyatakan cacat hukum.
“Bahwa
dalam perkara 62 tahun 2015, surat kepemilikan Johanis Tisera tertanggal 28
Desember 1976 sudah dinyatakan cacat hukum oleh pengadilan dan dibatalkan,”
tegasnya.
Dengan
dibatalkan surat kepemilikan Tisera tersebut, maka nantinya dalam pembuatan
sertifikat setelah dilakukan pembayaran kepada yang bersagkutan, tidak akan
mungkin dapat dilakukan oleh kantor Pertanahan Kota Ambon.
Selain
itu, beber Evans, perlu dicatat, selama ini tidak pernah ada Pengadilan Negeri
mengeluarkan perintah eksekusi terhadap lahan tersebut lalu menghukum Pemda
untuk melakukan pembayaran.
“Apa
alasannya? Karena putusan itu deklaratoir, seharusnya Pengadilan Negeri Ambon
mengeluarkan berita acara non eksekutabel,” bebernya.
Dirincikan
pula, putusan nomor 38 itu tidak dapat dilakukan eksekusi, karena putusan itu
hanya satu pernyataan yang tidak ada perintah eksekusinya.
Evans
menambahkan, pada 19 Januari 2019, ada satu kesepakatan yang dibuat di hadapan notaris
Rosdianti Nahumarury, yang menjadi dasar kesepakatan pembayaran lahan RSUD
Haulussy oleh mantan Gubernur Said Assagaff.
Menurutnya,
hal ini menjadi catatan, bahwa Rosdianti Nahumarury adalah pihak yang kalah
pada perkara 62, yang mana akta jual beli antara Johanis Tisera dengan Toni
Kusdianto pun dibatalkan sehingga Pemda harus hati-hati melihat masalah ini.
Dijelaskan
pula, Rosdianti Nahumarury adalah pihak dalam perkara nomor 62, yang mana amar
putusan membatalkan surat kepemilikan Buke Tisera tertanggal 28 Desember 1976.
“Hal
ini harus dilihat, karena mau dan tidak mau Pemda tetap tidak akan mendapat
sertifikat, karena sertifikat tidak mungkin akan timbul dari surat yang cacat
hukum,” sambungnya.
Dijelaskan
pula, tidak ada dasar untuk dilakukan eksekusi terhadap bangunan, apabila Pemda
tidak membayar ganti rugi kepada Buke Tisera.
“Saya
kasihan kalau Pemda berpikir tidak bayar Buke Tisera maka bangunan akan
dieksekusi. Dasarnya apa? Ini alasan yang tidak masuk akal, dan membodohi
masyarakat Kota Ambon, terkait dengan penegakan hukum,” pungkas Evans.
Terpisah,
salah satu pemerhati hukum yang meminta namanya tak dipublish mengaku terkejut
dengan langkah Pemerintah Provinsi Maluku yang melakukan pembayaran ganti rugi
atas lahan RSUD Haulussy Ambon kepada Johanes Tisera alias Buke.
Sumber
mengaku tahu betul bahwa salah satu bukti sebelumnya yang dipakai Buke Tisera
untuk mengambil alih lahan tersebut yaitu surat penyerahan kepemilikan 6 Dati Negeri
Urimessing tertanggal 28 Desember 1976 telah dibatalkan Pengadilan Negeri
Ambon.
“Surat
itu sudah dibatalkan pengadilan saat digugat Jacobus Abner Alfons, orang tua dari
Evans Alfons sendiri,” akuinya kepada Dhara Pos ketika dimintai tanggapannya.
Sumber
melanjutkan, salah satu bukti tak berlakunya surat penyerahan kepemilikan 6
Dati Negeri Urimessing tertanggal 28 Desember 1976 kepada Hein Tisera (ortu
Buke) tersebut, saat kemenangan ahli waris Alfons atas Dati Kate-kate,
baru-baru ini.
“Saudara
tahu, Dati Kate-kate itu termasuk salah satu dari 6 Dati yang surat penyerahannya
itu sudah dibatalkan PN Ambon. Termasuk juga didalamnya lahan RSUD Haulussy itu.
Ini mungkin yang tidak diperhatikan Pemerintah Provinsi Maluku secara teliti sehingga
berani membayar kepada pihak yang sebenarnya dalam kepemilikan atas lahan berdasar
surat 28 Desember 1976 itu jelas-jelas cacat hukum karena sudah dibatalkan PN Ambon,” bebernya.
Meski
belum ada keputusan peradilan hukum yang membatalkan putusan sebelumnya atas
lahan dimaksud karena sementara berproses, pihak Pemprov menurutnya harus
menahan diri sampai benar-benar diputuskan siapa pemilik yang sah.
“Dan
itu tidak melanggar hukum. Maka sekali lagi, Pemprov Maluku harus hati-hati agar
tidak terjadi masalah yang fatal akibatnya dikemudian hari. Saya melihat
potensi itu cukup besar dan itu yang harus dihindari,” pungkasnya.
(dp-01)