![]() |
Ilustras penetapan tersangka |
Dobo, Dharapos.com
Penetapan status tersangka oleh penyidik Polres Aru dalam kasus dugaan korupsi dana PNPM Mandiri Pedesaan kecamatan Aru Utara sepertinya belum memuaskan.
Pasalnya, dari sejumlah nama yang dianggap turut bertanggung jawab karena terlibat langsung pada persoalan ini hanya beberapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPM-PD), M. Madubun kepada media ini mengaku kebingungan saat penetapan tersangka oleh penyidik Reskrim Polres Aru.
Nama-nama yang diduga harus bertanggung jawab dan pantas dijadikan tersangka ini tiba-tiba menghilang.
Dua diantaranya yaitu Adengky Tunggal dan Adolf Wamir.
Adengky Tunggal sendiri diketahui merupakan suplayer yang dipercayakan menangani suplai bahan material program PNPM di beberapa desa pada kecamatan Aru Utara yang proyeknya terbengkalai.
Salah satunya termasuk tambatan perahu desa Kaibolafin, sedangkan Adolf Wamir, yang kini menjabat kepala desa Langhalau ini merupakan ketua UPK untuk pekerjaan PNPM pembangunan tambatan perahu desa Berdefan.
Sedangkan, keterlibatan Adolf Wamir lantaran dirinya diketahui telah menggelapkan dana tersebut sebab meskipun dana keseluruhan untuk pembangunan tambatan perahu desa Berdefan sebesar Rp 400 juta telah dicairkan 100 persen namun fakta dilapangan ternyata tidak ada pembangunan tambatan perahu di desa Bardefan.
Penetapan tersangka ini, menurut Madubun, jauh berbeda seperti gelar perkara yang pernah dilakukan mantan Kasatreskrim sebelumnya.
Pasalnya, saat itu Adengky Tunggal bersama Adolf Wamir disebut-sebut sebagai calon tersangka, namun setelah proses penetapan tersangka hanya ada tiga nama saja, masing-masing Fasilitator Kecamatan (FK), FasilitatorTeknik (FT) bersama Sekdes Marlasi.
“Dong (Polres, red) gelar perkara itu termasuk tiga, Dengki juga kena, jadi belum dikategorikan tersangka tapi pada saat gelar perkara itu saya lihat Kasatserse yang lama Pak Rumsori dia bilang kemungkinan besar ada beberapa supliyer yang bakal jadi tersangka. Mereka juga terlibat di dalamnya termasuk kades ini, tapi tiba-tiba hilang, padahal dia tangani tambatan perahu Berdefan, dengan anggaran sebesar 400 juta rupiah.
Dia yang pakai uang habis, pernyataan dia kan ada, dalam laporan saya ke Polres saya buat semua itu dilampirkan,” beber Madubun.
Bahkan ditegaskan, kalau tidak salah Adolf Wamir punya pernyataan ada tiga lembar itu dimana dalam pernyataan tersebut dirinya mengaku sanggup untuk membayar ganti rugi uang itu tapi kenyataannya sampai sekarang tidak diganti.
“Selain kades, saat itu dia juga berperan sebagai ketua UPK untuk pembangunan tambatan perahu desa Berdefan,” bebernya.
Menurut Madubun,sebagai pelapor dirinya perlu mengetahui secara pasti siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Saya bingung penyerahan berkas ke Kejaksaan itu dong taruh dia ataukah tidak, justru kemarin saya bilang ke Polisi tolong penyerahan itu siapa-siapa tersangkanya tolong sampaikan juga ke saya karena saya yang lapor baru barang ini bisa jadi begini, “ ujarnya.
Madubun kembali menegaskan, selain Adolf Wamir, penyidik juga harus menjerat Adengky Tunggal.
Pasalnya, dalam kasus ini ia juga melakukan kesalahan untuk beberapa proyek, salah satunya tambatan perahu desa Kaibolafin.
“Jadi memang kalau ada suplayer berapa pun itu pasti kena karena memang suplayer yang bersangkutan juga nakal. Saya juga heran kenapa sampai Dengki tidak kena, karena apa? Selama 2013 sampai dengan BPK datang pada 2015 itu baru dia bisa dibawa ke sana tapi kenapa dia tidak termasuk dalam kategori tersangkanya,” herannya.
Artinya, diakui Madubun, pihaknya tetap menghormati asas praduga tak bersalah.
“Tetapi pada intinya dia tersangka dululah, apalagi dia juga buat tambatan perahu Kaibolafin itu kan bermasalah dan terbukti tidak selesai sampai saat ini, papan ditaruh saja begitu tidak dipaku,” bebernya.
Sementara Kepala Unit II Penyidik Reskrim Polres Aru Jul Lasamang membenarkan bahwa 3 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan status tersangka baru terhadap Adolf Wamir akan dilakukan tersendiri setelah pekembangan lanjutan perkara ini.
“Jadi tiga orang sudah ditetapkan sebagai tersangka termasuk Sekdes Marlasi, nanti dari pengembangan lanjutan kasus ini akan ada tersangka baru. Jadi memang ini sudah ada tersangkanya tapi nanti kita kembangkan lagi karena mereka ini kan terpisah-pisah,” ungkapnya.
Ditempat terpisah, salah satu sumber terpercaya yang dimintai komentarnya, meminta masyarakat turut mengawasi kinerja Polres Aru dalam penanganan kasus tersebut.
“Masyarakat harus turut mengawal seluruh proses hukum kasus ini, karena dugaan adanya aroma kongkalikong dalam penanganan kasus ini sangat mungkin terjadi,” pinta sumber yang meminta namanya tidak dimuat kepada Dhara Pos, Selasa (23/2).
Ia juga secara khusus menyorot sepak terjang kontraktor Adengki Tunggal yang terkesan lihai bahkan kebal di mata hukum.
“Tidak hanya kasus ini saja tetapi hampir sebagian besar proyek yang ditanganinya rata-rata bermasalah namun yang bersangkutan hingga kini terkesan kebal hukum bahkan yang lebih mengherankan lagi yang bersangkutan tetap dipercayakan melaksanakan pekerjaan terhadap berbagai proyek di kabupaten Kepulauan Aru ini seperti yang baru saja dimuat pada pemberitaan Dhara Pos edisi kemarin terkait proyek tembok Pemda,” sorotnya.
Fakta ini, tegas sumber, telah menjadi salah satu dasar bagi masyarakat menduga jika aroma kongkalingkong sangat kental mewarnai sepak terjang kontraktor yang dikenal sangat licin ini terhadap pihak penegak hukum.
Olehnya itu, sumber kembali mengingatkan polisi untuk bersikap profesional dalam menangani kasus yang berindikasi merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah.
“Kalau memang tidak benar dugaan seperti itu, maka polisi harus bisa membuktikan kepada masyarakat bahwa mereka bekerja profesional,” tegasnya.
Perlu diketahui, mencuatnya kasus ini setelah Kepala BPM-PD Aru, M Husni Madubun membeberkan bahwa Kecamatan Aru Utara merupakan salah satu wilayah di daerah ini yang rata-rata memiliki tingkat kegagalan terbanyak dalam pelaksanaan program PNPM, hampir semua bangunan fisik baik jalan, jembatan, MCK, sekolah dan lain sebagainya berasal dari PNPM tidak berhasil diselesaikan.
Terbengkalainya proyek-proyek fisik PNPM ini paling banyak disebabkan karena ulah Fasilitator Kecamatan (FK), Fasilitator Teknik (FT) bersama suplayer.
Hal ini diketahui menyusul beberapa kali dilakukan monitoring lapangan oleh pihaknya, kedapatan banyak pembangunan proyek fisik program PNPM terbengkalai.
“Jadi PNPM untuk tahun 2011-2102 itu ada banyak permasalahan di Aru Utara, dan memang kita sudah minta polisi melakukan investigasi dan penyelidikan bersama BPK kemarin. Prosesnya itu memang sudah ditetapkan tersangkanya siapa-siapa, kurang lebih 7-8 orang termasuk itu FK, FT dan 3 orang UPK ditambah dengan beberapa suplayer. Proses penyidikan sudah jalan lagi, jadi kita dari sini juga dihadirkan untuk dimintai keterangan sebagai saksi terhadap penyaluran dana-dana yang ada,” terang Madubun kepada wartawan di ruang kerjanya Rabu (11/6) tahun 2014 silam.
Sementara Mantan Kapolres Aru AKBP Moh Roem Ohoirat pernah mengaku bahwa pihaknya telah menetapkan sejumlah nama sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penggunaan dana PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri).
Pihak-pihak yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi dana PNPM tersebut masing
Fasilitator Kecamatan, (FK),Fasilitator Teknik (FT) bersama suplayer,meski demikian Ohoirat kala itu enggan menyebutkan nama satu persatu mereka yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Memang sudah ada tersangkanya, tapi untuk saat ini kami belum bisa menyampaikan siapa-siapa yang ditetapkan sebagai tersangka,sebab kami masih melakukan penyelidikan lebih lanjut,” ujar Ohoirat.
Lebih lanjut ia menjelaskan, kasus dugaan korupsi penggunaan dana PNPM untuk kecamatan Aru Utara terdapat 7 kasus, sesuai hasil penyelidikan sementara pihaknya menemukan ada kerugian Negara sebesar Rp 3 miliar.
“Ada tujuh kasus PNPM ini, dan hasil penyelidikan sementara besar kerugian Negara mencapai tiga miliar “ akuinya.
(dp-31)