Utama

Ketua Komisi C: “INPEX, Berhentilah Melakukan Pelanggaran”

23
×

Ketua Komisi C: “INPEX, Berhentilah Melakukan Pelanggaran”

Sebarkan artikel ini
Soni Ratisa
Sony Hendra Rattisa, S.Hut

Ambon, Dharapos.com
Pernyataan INPEX melalui Senior Manager Communication and Relations INPEX, Usman Slamet terkait proposal pembebasan lahan sudah masuk ke Pemerintah seperti yang dikutip dari media Online Dharapos.com, Rabu 28 Oktober 2015 dan memuat mekanisme penganggaran pembebasan lahan, langsung ditanggapi Komisi C DPRD Maluku Tenggara Barat.

Pernyataan tegas tersebut disampaikan Ketua Komisi C DPRD MTB, Sony Hendra Ratissa, S.Hut, kepada Dhara Pos, Jumat (30/10).

“INPEX, Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah daerah Maluku Tenggara Barat berhentilah melakukan pelanggaran ini,” tegasnya.

Rattisa bahkan mengutip Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 13/PMK.02/2013 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Jelas bunyi pasal 7 ayat (1) “Biaya operasional dan biaya pendukung dibebankan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) satuan kerja yang memerlukan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum pada tahun anggaran berkenaan.

“Artinya, pada tahun ini, dimana pembebasan lahan sedang dilakukan maka DIPA nya sudah harus ada.Apakah ini bukan pembohongan publik? Dana tidak tersedia tetapi kegiatan jalan terus,” heran Rattisa.

Dijelaskan, PMK sama sekali tidak bicara tentang cost recovery. Jadi Inpex diminta untuk tidak berbohong saat bicara cost recovery dana pembebasan lahan.

Rattisa kembali menegaskan bahwa, pada ayat 2 yang berbunyi biaya operasional dan biaya pendukung dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan akuntabel sangatlah ketat mengawal proses ini.

“Jika prosesnya demikian adanya, maka jelas-jelas dan nyata-nyata melanggar ketentuan dimaksud,”kembali tegasnya.

Rattisa menilai Pemda Provinsi Maluku, MTB dan INPEX, tidak menjalankan prinsip-prinsip sebagaimana diatur dalam PMK tersebut.

“Jadi siapa membodohi siapa,” cetusnya.

Ratissa bahkan menyatakan, jika seluruh proses ini terus dilakukan, maka seluruh pejabat pusat dan daerah, telah melawan hukum. Telah menggunakan kekuasaan dengan sewenang-wenangnya.

“Tentu saja mereka akan berhadapan dengan para penegak hukum,” ancamnya.

Ratissa sendiri menduga bahwa ada kepentingan pihak tertentu yang bersembunyi dalam proses pembebasan lahan ini. Karena menurutnya, dalam sejarah bisnis migas, termasuk sejarah bisnis migas INPEX, pembangunan pangkalan logistik bukan urusan perusahaan migas.

“Pembangunan pangkalan logistik semua dilakukan oleh swasta nasional, baik domestik dan lokal,” paparnya.

Tidak hanya itu saja, menurut Rattisa, kebohongan publik lainnya adalah adanya dugaan bahwa Surat Keputusan Gubernur Maluku terkait Tim Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, disinyalir belum ada sehingga patut diduga, kegiatan yang selama ini berlangsung liar dan tidak taat hukum.

“Terbukti pada saat kegiatan sosialisasi yang dilakukan beberapa waktu lalu, pihak Pemda Provinsi Maluku dan MTB, gagal menunjukkan Surat Keputusan tim tersebut kepada masyarakat MTB,” sambungnya.

Rattisa menilai bahwa proses ini tiba-tiba. Jadi seolah-olah telah terjadi kesepakatan kemudian pihak SKK Migas yang memerlukan tanah langsung mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada Gubernur. Kemudian Gubernur melakukan penetapan lokasi dengan dikemas dalam kegiatan sosialisasi beberapa waktu lalu.

“Jelas ini suatu pembodohan publik yang dilakukan aparat pemerintah,” kecam Rattisa.

Lalu dana siapa yang akan digunakan untuk membayar ganti rugi karena sikap Pemerintah telah jelas bahwa dana belum tersedia sebagaimana pernyataan tegas dari Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral – Dr. Ir. Djoko Siswanto, MBA, yang dikutip Dhara Pos dari pernyataan kuasa hukum pemilik lahan Dedy D.C. Maaturwey, SH, MH, usai pertemuan kedua belah pihak, Kamis (15/10).

“Lalu seluruh proses yang tengah berlangsung siapa yang bayar? Karena jika INPEX yang bayar maka hal ini jelas-jelas merupakan pelanggaran hukum,” bebernya

Olehnya itu, sebagai wakil rakyat, Ratissa meminta agar masyarakat MTB bersatu dalam visi yang sama. Masyarakat harus paham bahwa ini merupakan pertarungan di tengah raksasa migas dunia.

“Dengan tetap menguasai lahan di tangan masyarakat MTB maka masyarakat tidak akan mati di tengah pertarungan tersebut. Dengan tetap memiliki lahan masyarakat MTB tetap merdeka dan dimerdekakan karena dapat menciptakan ribuan bisnis dan kerja sama dengan berbagai pihak yang kelak masuk,” tukasnya mengakhiri wawancaranya.


(dp-16)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *