Politik dan Pemerintahan

Ketua PMKRI Pusat: Sistem Pendidikan Bangsa Jangan Dipolitisir

51
×

Ketua PMKRI Pusat: Sistem Pendidikan Bangsa Jangan Dipolitisir

Sebarkan artikel ini
Saumlaki, 
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) di usia yang ke 47 tahun
ini akan lebih fokus menyoroti sejumlah persoalan bangsa yang berada pada kondisi carut-marut.

KETUA PMKRI PUSAT
Lidya Natalia Sartono

Terlahir sebagai corong kekuatan rakyat atau People Power, PMKRI saat ini lebih intens memainkan peranannya yakni turut terlibat dalam kondisi realitas bangsa.
Isu pendidikan adalah bagian dari isu penting bangsa selain isu lingkungan hidup dan perekonomian bangsa yang saat ini menjadi perhatian serius PMKRI.
Demikian hal ini ditegaskan Lidya Natalia Sartono, Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI kepada Dhara Pos, usai melantik Simon Lolonlun sebagai Ketua Presidium Dewan Pimpinan Cabang Saumlaki Kabupaten Maluku Tenggara Barat periode 2013 – 2015 di Aula MSC Urayana, Saumlaki, Selasa (28/1).
Dikatakan, PMKRI bukan bagian dari partai politik seperti stigma yang lazimnya didengungkan oleh para politisi atau para pemilik kepentingan, sehingga dalam menyuarakan sejumlah persoalan bangsa, tidak diidentikan dengan Partai Politik (Parpol).
PMKRI sebagai organisasi kemasyarakatan pemuda, berdiri secara idealis dan perlu mengubah bangsa dengan idealismenya sendiri. Terhadap persoalan pendidikan di republik ini, menurutnya, masih terjadi hal-hal diluar kemurnian pendidikan itu sendiri.
“Saat ini kita sementara berdebat soal sistem pendidikan yang belum merata. Pendidikan adalah salah satu kunci untuk memperbaiki bangsa ini. Dan salah satu yang kita kerjakan adalah turun lapangan untuk mengecek langsung guna mendapatkan data real sebelum melakukan berbagai presure lanjutan kepada pemerintah,” kata wanita berdarah Pontianak ini disela-sela acara pelantikan.
Lebih lanjut, ungkap Lidya, saat ini para guru di daerah terpencil banyak mengeluh soal pemberian tugas yang maha berat sehingga banyak menyita jam mengajar, bahkan ada pula yang mengaku kesulitan menerapkan kurikulum pendidikan 2013.
“Sistem birokrasi yang terlalu padat dan ribet saat ini menjadi hal yang fenomenal sehingga menyibukkan para guru. Saya berharap, pendidikan kita jangan di politisir. Hal ini terbukti oleh karena setiap ada pergantian menteri, maka sistem pendidikan kita selalu saja berubah, pada hal dampak perubahan sistem pendidikan pada dasarnya berpotensi buruk bagi para guru dan siswa di daerah terpencil,” ungkapnya.
Lidya mengaku sempat mendapat sejumlah temuan lain terkait penambahan tanggung jawab kepada para guru yang dinilainya sangat berat dan berdampak pada tersitanya jam mengajar adalah adanya pengisian Data Periodik (Dapodik) guru yang harus diisi melalui layanan internet.
Sistem ini seperti yang dia amati, sangat menyita waktu guru untuk mengajar di depan kelas.
Para guru akhirnya mengejar kelengkapan data dengan adanya iming-iming bakal mendapat tunjangan, sehingga tugas mulia itu diabaikan.
“Coba bayangkan posisi para guru yang berada jauh dari pusat kota, mereka harus berhari-hari menghabiskan waktu untuk datang ke kota agar bisa melengkapi sejumlah berkas yang diisyaratkan. Nah, ini bentuk dari cara-cara keliru yang di lakukan oleh pemerintah kita,” kecamnya.
Ditanya soal sikap PMKRI ke depan, Lidya mengaku saat ini pengurus pusat PMKRI
bersinergis dengan sejumlah cabang PMKRI di daerah terpencil dalam mengambil data real yang
bakal di tindak lanjuti kepada pemerintah, sehingga dengan begitu, wajah pendidikan di negeri ini
bisa kembali berjalan secara baik.
“Saya pikir, hanya dengan pendidikan kita bisa mengubah bangsa dari keterpurukan yang masih melanda negeri ini,” pungkasnya.(sony)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *