![]() |
Kantor Bupati SBB |
Piru, Dharapos.com
Pembangunan Kantor Bupati Seram Bagian Barat (SBB) di atas lahan yang diklaim milik keluarga Thomas Tani seluas 3 Hektar akhirnya digugat secara Perdata oleh sang pemilik lahan di Pengadilan Negeri (PN) Masohi.
Pemilik lahan berukuran 150 x 200 meter tersebut menggugat Pemerintah Kabupaten SBB terkait penyerobotan tanah yang dilakukan Bupati Jacobus F. Puttileihlat.
Terkait gugatan tersebut, Ketua PN Masohi Nyoman dan Hakim I Donal Sopacua, Hakim II Vova Salmon beserta Kuasa Hukum Penggugat yakni Lois Hendro Waas dan Lowyk Wessy meninjau lokasi tanah Pembangunan Kantor Bupati di desa Morekau, Kecamatan Huamual, Jumat (23/10).
“Pengecekan tadi sebagai tindak lanjut atas gugatan terhadap Pemerintah daerah dalam perkara penyerobotan tanah yang diajukan klien kami, keluarga Thomas Tani. Kami berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan,” terang Kuasa Hukum Penggugat Lois Hendro Waas kepada wartawan usai meninjau lokasi lahan tersebut.
Dijelaskan, dasar dari dilakukannya gugatan ke PN Masohi oleh karena lahan tersebut milik yang sah dari keluarga Thomas Tani yang dibeli dari keluarga Latureta semenjak tahun 1979. Kepemilikan tersebut bahkan dilengkapi Surat Keterangan Pelepasan Hak dari Saniri Negeri, bahkan ditandatangani oleh semua Kepala Soa Saniri Negeri Piru.
“Kemudian ditindaklanjuti dengan Akta Jual Beli pada tahun 1979 atas nama Thomas Tani yang dibuat oleh PPAT yaitu Camat Seram Bagian Barat,” jelas Waas.
Ditegaskan pula, terkait masalah tersebut Pemkab SBB telah melakukan perampasan hak.
“Ini merupakan suatu perampasan hak, yang mana kalau kita tinjau tentang mekarnya Kabupaten SBB dari Maluku Tengah (Malteng) dimana pelepasan itu dilakukan pada tahun 1994, dengan demikian Bupati harus mengetahui bahwa yang mana hak-hak rakyat yang ada dulu, baru dia bisa mengklaim atau bisa mengatakan tanah miliknya atau tanah Negara,” tegasnya.
Semua pelepasan hak adat itu ada, karena lahan tersebut sudah terjadi jual beli hingga menjadi “hak milik pribadi”, sejak tahun 1979 hingga saat ini.
“Sampai sekarang, kami sebagai Kuasa Hukum Penggugat sudah melakukan pendekatan dengan Bupati,
Wakil Bupati dan Sekda menyangkut hal ini sejak bulan Januari 2015 lalu, bahkan pendekatan pribadi juga telah dilakukan oleh klien kami dengan staf-staf pemerintahan untuk menjelaskan tanah itu miliknya, hal ini demi penyelesaian ganti rugi,” bebernya
Namun sampai saat digugat ke PN Masohi, tidak pernah digubris. Malah sebaliknya, Bupati masih mengatakan kalau tanah itu tanah erpak.
“Dimana itu tanah erpak, untuk wilayah Piru tidak ada tanah erpak,” kembali tegasnya.
Lanjutnya, saat ini proses hukum sudah sampai ke tingkat pemeriksaan setempat, dan direncanakan minggu depan tepatnya Rabu (28/10) dilanjutkan dengan persidangan proses pembuktian.
“Karena Pemerintah daerah telah melakukan penyerobotan terhadap lahan kita, maka dalam gugatan, kami akan tuntut kerugian sebesar Rp 7,5 miliar sesuai lahan seluas 3 hektar. Itu nanti tergantung pertimbangan Majelis seperti apa, dan Pemkab SBB harus ganti rugi kepada klien kami,” ucapnya.
Waas menambahkan, sengketa lahan tersebut seharusnya 5 hektar, tetapi yang digugat hanya 3 hektar saja sesuai surat tanah 150×200 dan yang sisa 2 hektar masih dalam bentuk kuitansi. Persoalan ini, menurut Waas, bukan meragukan tapi perlu pembuktian yang valid.
Pada kesempatan yang sama, Lodwyk Wessy yang juga Kuasa Hukum Penggugat mengungkapkan, atas sengketa tanah tersebut sudah dimediasi melalui somasi yang diajukan selama dua kali hanya saja tidak digubris oleh Pemda SBB, hingga akhirnya klien kami memutuskan diselesaikan secara jalur hukum.
Menurutnya, hingga saat ini sudah masuk sampai tingkat pembuktian.
“Dan karena itu oleh semua pihak, kita serahkan saja kepada aparat penegak hukum untuk bisa membuktikan siapa yang punya dan siapa yang tidak punya, karena sebagai pencari keadilan klien kami hanya menuntut haknya. Karena kami telah melakukan pendekatan persuasif namun tidak bisa, sehingga kita mengambil jalan hukum ke PN untuk kepastian yang jelas terkait dengan hak klien kami,” tukasnya.
(dp-26)