![]() |
Ilustrasi pekerjaan jalan |
Dobo, Dharapos.com
Kasus mark – up anggaran mencapai miliaran rupiah yang terindikasi dilakukan PT. Vanni Prima milik John Kotualubun saat dipercayakan melaksanakan pembangunan Jalan Lintas Aru Selatan Timur, Kabupaten Kepulauan Aru yang menghubungkan sejumlah desa di wilayah tersebut kini telah naik ke tahap penyidikan.
Bahkan, tim dari Lembaga Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku telah berada di Aru guna melakukan audit di lapangan.
“Saat ini kasusnya sudah naik ke tahap penyidikan setelah ditemukan cukup bukti saat dilakukan penyelidikan,” demikian pernyataan Kapolres Aru AKBP. Adolf Bormasa dalam pernyataan di Mapolres setempat, terkait sejauh mana proses hukum yang telah dilakukan atas kasus tersebut.
Dan untuk memperkuat penyidikan tersebut, Kapolres menegaskan saat ini tim dari Lembaga Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Maluku telah turun ke Aru untuk melakukan audit di lapangan.
“Jadi kasus ini bukan didiamkan tetapi sementara berproses, dan rekan-rekan tim dari BPKP sementara ada bersama-sama di Polres Aru untuk berkoordinasi dengan pihak Kepolisian,” tegasnya.
Kapolres juga memastikan, adanya peningkatan status dari penyelidikan menjadi penyidikan didasari atas keterangan sejumlah saksi yang telah diperiksa sebelumnya.
“Sebelum statusnya ditingkatkan, lebih dari 5 orang telah dimintai keterangan oleh penyidik, maksudnya orang-orang yang berkaitan dengan pekerjaan tersebut sudah diperiksa, untuk mengetahui seperti apa peran masing-masing dari mereka. Jadi, yang jelas kasus itu tetap diproses dan kedatangan BPKP memastikan bahwa proses yang dilakukan sesuai prosedur,” tandasnya.
Diakui Kapolres, pihaknya sejak tahun lalu telah meminta tim BPKP untuk melakukan audit di lapangan sekitar Desember 2016 lalu.
“Tetapi BPKP mengaku terbentur dengan anggaran karena menurut penjelasan mereka, anggaran untuk audit di tahun 2016 sudah selesai. Lalu mereka pastikan ke saya, Aru stand-by, dan tahun 2017 kita (BPKP, red) turun duluan ke Aru dan mereka telah buktikan itu sekarang,” akuinya.
Sementara itu, terkait penetapan tersangka, Kapolres mengaku masih akan menunggu hasil audit yang dilakukan BPKP Provinsi Maluku.
“Untuk penetapan tersangka, nanti kita lihat hasil auditnya sehingga saudara (wartawan, red) sudah punya gambaran. Seperti yang tadi saya sampaikan di awal bahwa keterlibatan-keterlibatan itukan nanti dilihat sesuai peran masing-masing dan dalam hal ini BPKP yang membantu memberikan masukan ke penyidik baru kita bisa simpulkan siapa-siapa yang akan jadi tersangka,” tukasnya.
PT. Vanni Prima yang dipercayakan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Aru melaksanakan pembangunan Jalan Lintas Aru Selatan Timur menghubungkan sejumlah desa di wilayah tersebut terindikasi melakukan mark-up anggaran.
Mark up anggaran mencapai miliaran rupiah terhadap proyek tersebut dipastikan terjadi sejak 2015 lalu namun baru terungkap di 2016 saat Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kepulauan Aru membeberkannya dalam forum Sidang Paripurna Penyampaian Nota Keuangan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2016, September 2016.
Dari investigasi lapangan yang dilakukan pihak DPRD dalam hal ini Komisi C DPRD setempat ke lokasi proyek milik Dinas Pekerjaan Umum Kepulauan Aru ini terungkap pekerjaan jalan lintas oleh perusahaan milik pengusaha John Kotualubun ini tak dikerjakan hingga tuntas.
Faktanya, progres pekerjaan jalan yang menghubungkan sejumlah desa di wilayah tersebut seperti Desa Tabarfane, Lutur, Reby, Kantater, dan Desa Hokmar tersebut dipastikan baru mencapai 20 persen.
Yang lebih mengherankan lagi, setelah dilakukan pemeriksaan terhadap sejumlah dokumen yang berkaitan dengan proyek dimaksud terungkap adanya kejanggalan.
Salah satunya, terkait progres pembayaran hasil pekerjaan yang telah mencapai 100 persen sedangkan kenyataan pekerjaan di lapangan belum mencapai volume itu.
Sekretaris Fraksi PKB DPRD Kepulauan Aru, La Nurdin S dalam penyampaian pandangan akhir fraksi saat Rapat Paripurna antara Pemda dan DPRD Kabupaten Kepulauan Aru yang berlangsung beberapa hari lalu mempertegas temuan tersebut.
Salah satu poin pernyataannya menyoroti soal program pembangunan infrastruktur pedesaan pada Dinas PU Kepulauan Aru yang menghubungkan Desa Tabarfane, Lutur, Reby, Kantater, dan Desa Hokmar.
“Yang progres pencairan anggarannya telah mencapai 100 persen sementara progres pekerjaan di lapangan baru mencapai 25 persen,” bebernya.
Maka Fraksi PKB, lanjut La Nurdin merekomendasikan kepada pimpinan DPRD Kepulauan Aru untuk segera menidaklanjutinya dan memproses hukum karena telah merugikan keuangan negara dan bertentangan dengan undang-undang.
Fraksi PKB juga meminta Pemkab Kepulauan Aru meninjau kembali hubungan kerja sama terkait program kerja atau kegiatan proyek yang dikerjakan oleh pihak swasta.
“Apabila ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan yang mengganggu substansi program kerja atau kegiatan proyek maka Pemda Aru sesegera mungkin memberikan sanksi dan memutuskan hubungan kerja dan tidak lagi membangun kerja sama dengan pihak swasta dimaksud,” cetusnya.
Sementara itu, masih terkait dengan PT. Vanni Prima sesuai penelusuran Dhara Pos pada website LPSE Kota Tual, perusahaan yang sama baru saja memenangkan lelang terhadap tender proyek di wilayah tersebut.
Berdasarkan kutipan pada pengumuman pemenang lelang di website LPSE Kota Tual, PT Vanni Prima berhasil memenangkan tender atas proyek Pembangunan Jalan Fiditan 5 Km dengan Pagu Anggaran senilai Rp 6 Miliar.
Kemenangan PT. Vanni Prima didasari pada penawaran terendah dari sejumlah perusahaan yang turut serta dalam tender tersebut.
Dalam rinciannya, nama Lelang: Pembangunan Jalan Fiditan (5 KM) dengan status lelang ulang dan kategori pekerjaan konstruksi.
Proyek Tahun Anggaran 2016 ini bersumber dari APBD dengan Nilai Pagu Paket Rp 6 Miliar dan nilai HPS Paket Rp 5.78 Miliar dengan lokasi Pekerjaan Desa Fiditan – Tual (Kota).
Terkait itu, Ketua Lelang John Renwarin yang dikonfirmasi Dhara Pos, Sabtu (24/9) mengaku baru mengetahui bahwa PT Vanni Prima yang baru saja diumumkan sebagai pemenang pada proyek pembangunan jalan Fiditan 5 Km di Kota Tual sedang bermasalah di Aru.
“Kami panitia tidak mengetahui hal ini, karena perusahaan tersebut turut memasukan persyaratan mengikuti tender proyek dimaksud dan dari sejumlah perusahaan peserta, PT Vanni Prima adalah pemenangnya dengan penawaran terendah,” akuinya.
Menurutnya, dalam aturan lelang jika sebuah perusahaan masuk kategori “Black list” atau sedang menjalani proses hukum maka keikutsertaannya atau bahkan kemenangannya atas lelang sebuah proyek bisa dibatalkan.
“Kalau memang ada temuan terjadi mark-up anggaran yang dilakukan PT Vanni Prima di Aru, maka saya harus berkoordinasi lebih dahulu dengan Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Tual terkait persoalan ini.
Karena pengumuman pemenang lelang sudah dilakukan,” jelas Renwarin.
Meski demikian, Renwarin menegaskan jika langkah evaluasi bisa saja dilakukan pihaknya jika pihak perusahaan yang kalah melakukan upaya sanggah.
Untuk diketahui, batas waktu sanggah yang diberikan kepada pihak perusahaan yang kalah untuk memasukan sanggahannya secara online diberi batas waktu hingga hari Minggu (25/9) malam ini pukul 23.59 WIT.
“Atau minimal ada rekomendasi dari pihak Kepolisian atau lembaga resmi yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut bermasalah hukum,” tukasnya.
Wali Kota Tual Adam Rahayaan, S.Ag, M.Si yang dikonfirmasi Dhara Pos via telepon seluler, Minggu (25/9) sore menegaskan bahwa terkait persoalan PT. Vanni Prima, pihaknya siap menindaklanjuti apabila ada rekomendasi lembaga resmi seperti BPK atau BPKP RI.
“Dalam aturannya, panitia merujuk pada rekomendasi dari BPK RI atau BPKP Perwakilan Maluku, Apabila itu ada, maka keputusan tersebut bisa ditinjau kembali. Dan kami akan menyurati perusahaan yang bersangkutan,” tandasnya.
Karena itu, tegas Wali Kota, apabila ada rekomendasi lembaga audit atau minimal ada pemberitahuan dari penegak hukum terkait sampai sejauh mana proses hukum terhadap PT Vanni Prima atas temuan di Aru, dirinya siap mengambil langkah untuk itu.
“Saya juga tidak mau masyarakat saya di Kota Tual jadi sengsara,” tukasnya.
(dp-31/16)