Utama

Soal Ijazah Aspal, Mantan Ajudan Bupati MTB Angkat Bicara

9
×

Soal Ijazah Aspal, Mantan Ajudan Bupati MTB Angkat Bicara

Sebarkan artikel ini
Foto soal ijazah palsu
Bukti penelusuran Profile Universitas Veteran
Republik Indonesia melalui pangkalan
data pendidikan tinggi

Saumlaki, Dharapos.com
Pemberitaan Dhara Pos sebelumnya seputar  dugaan penggunaan ajazah palsu oleh mantan ajudan Bupati Maluku Tenggara Barat, Efradus Jufri Titirloloby sempat menjadi trending isu dibeberapa media, termasuk pula menjadi trending topik media sosial pekan kemarin.

Bahkan informasi tersebut menjadi perbincangan sejumlah kalangan karena sempat membawa-bawa nama Bupati MTB Bitzael S Temmar maupun sejumlah oknum pegawai di Badan Kepegawaian Daerah MTB yang terlibat dalam proses penyesuaian ijazah sang mantan ajudan Bupati Temmar, yang kini menduduki jabatan Kasie Trantib pada Satpol PP MTB itu.

Terkait persoalan ini, Jufri yang ditemui Dhara Pos, menjelaskan bahwa penuturan sumber koran ini, yang dimuat pada edisi sebelumnya terkesan sangat keliru, oleh karena ijazah S1 yang dia peroleh dari Universitas Veteran Republik Indonesia Makassar merupakan hasil studinya di Universitas tersebut melalui program kelas jauh.

“Sejak tahun 2003, saya kuliah di Ambon. Kakak saya yang sudah meninggal dunia beberapa waktu lalu, menyarankan kepada saya saat itu untuk berkuliah. Beliau bilang untuk saya kuliah ambil jalur cepat dimana saat itu saya berusia 28 tahun. Dan kemudian kakak saya mendaftar dengan uang pendaftaran Rp 3.500.000 di Universitas Veteran Republik Indonesia Makassar yang menyelenggarakan kuliah kelas jauh di Ambon saat itu. Jadi kuliah itu sistemnya lewat modul dan dalam satu semester itu ujian dua kali dan mudul  saya dapat dua kali pula,” urai Jufri mengawali klarifikasinya.

Proses perkuliaahan yang dia jalani semenjak tahun 2003 hingga 2005, sempat terputus oleh karena Jufry saat itu memilih pulang kampung bersama istrinya yang saat itu sudah menamatkan studinya di Universitas Pattimura Ambon dan memilih untuk mengikuti proses seleksi CPNS pada akhir tahun 2005 di Saumlaki.

Jufri yang kala itu bersama istrinya mendaftar dalam proses dan mengikuti seleksi CPNS, akhirnya lulus meskipun saat itu menggunakan ijasah SMA.

“Saya mendaftar tes dengan maitua (istri-red) dan setelah hasil keluar ternyata saya yang lulus sedangkan maitua seng lulus. Di saat  sudah jalankan tugas sebagai PNS,  kakak beta telepon dan dia tanya bahwa Jufri kenapa seng lanjut kuliah untuk perubahan nasib. Lalu beta bilang jang lai karena beta sudah PNS. Antua bilang bahwa datang selesaikan kuliah untuk memperbaiki nasib dengan ijasa sarjana. Jadi, waktu itu mereka kirim kalender  akademik, lalu beta kakak berkordinasi denggan penyelangara lalu mereka bilang datang saja lalu bayar administrasi selama ini lalu proses ujian. Beta liat kalender akademik itu tanggal ujiannya pada  25 – 26  September 2006, ” kisahnya kembali dengan dialek khas Maluku.

Jufri yang diberikan ruang untuk mengklarifikasi persoalan ini ternyata terlihat buka-bukaan, bahkan tak disangka jika dirinya membeberkan dugaan kejanggalan yang dia peroleh saat memperoleh Ijazah dari Universitas Veteran Republik Indonesia Makassar.

“Waktu itu beta sudah jalankan tugas lalu beta pigi ikut proses ujian di Ambon dan  langsung balik jalankan tugas  ada  6 orang dan  yang pertama masuk itu diantaranya beta dengan 3 orang laki-laki yang lain serta 2 orang perempuan. Proses ujian itu juga beta rasa prosesnya tidak resmi, begitu selesai ujian beta selesaikan sisa administrasi sebesar  Rp 2.500.000, beta juga masukan ijazah SMA dan foto ukuran  4×6 sebanyak 8 lembar berlatar biru. Karena tidak bisa ikut wisuda maka mereka bilang nanti wisuda nama saja, dimana tanggal yudisyum saat itu adalah 26 September 2006.  Di tahun 2007  bulan April, beta dapat paket dari Universitas Veteran Republik Indonesia Makassar melalui Tiki yakni di dalamnya ada ijazah dan transkip yang telah legallisir sebanyak 7 lembar,” tambahnya.

Anehnya lagi, Jufri yang tidak mengikuti proses wisuda tersebut namun foto yang ditempelkan pada Ijazah tersebut adalah foto Jufri yang menggunakan toga, seperti layaknya para wisudawan.

Saat hal tersebut dia pertanyakan kepada Tohir, salah satu dosen pada Universitas tersebut, ternyata dijelaskan bahwa foto tersebut diedit sedemikian dan bahkan tidak dipersoalkan nantinya.

Tohir menjelaskan pula bahwa hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pemerataan sehingga semua foto wisudawan yang digunakan pada ijazah tersebut benar-benar menggunakan toga.

Menyinggung soal proses penyesuaian ijazah untuk kenaikan pangkat, dimana sebelumnya dilaporkan bahwa dirinya menggunakan nama besar Bupati Temmar termasuk dugaan keterlibatan Bupati Temmar dalam proses kenaikan pangkatnya, Jufri membantah hal tersebut.

Dirinya membenarkan bahwa di tahun 2008 silam, saat BKD MTB mengeluarkan edaran tentang usulan kenaikan pangkat, dirinya mengajukan ijazahnya itu untuk diproses.

Karena kuliahnya tidak dilengkapi dengan izin dari Pemda, maka Jufri pun mengajukan permohonan kepada Pimpinan di daerah julukan Duan-Lolat itu.

Atas permohonannya, maka dikeluarkanya Surat Keterangan Bupati melalui Sekretaris Daerah sebagai kelengkapan dalam pengusulan kepangkatan.

Setelah mengikuti proses dan tahapan sebagaimana di anjurkan oleh pihak BKD, Jufri akhirnya mendapatkan nomor persetujuan kenaikan pangkat dari golongan ruang IIa ke golongan ruang IIIa.

Hingga saat itu, proses kenaikan pangkatnya mulai berjalan sebagaimana aturan hingga saat dirinya  dilantik pada tahun 2014 tanggal 28 juni sebagai Kepala Seksi Keamanan dan Ketertiban pada Satpol PP, dirinya memperoleh kenaikan pangkat pilihan, yakni IIIc.

Ketuluspolosan Jufri dalam membeberkan keterangannya kepada kru Dhara Pos, seakan memberikan dorongan untuk perlu dilakukan penelusuran terhadap status dan kejelasan Universitas Veteran Republik Indonesia Makassar, sebagai PTS tempat Jufri memperoleh gelar akademik.

Bukti penelusuran Dhara Pos tentang profile Perguruan Tinggi tersebut melalui situs resmi Kemenristek Dikti Republik Indonesia yakni pada forlap.dikti.go.id ternyata menunjukan bahwa Universitas tersebut telah ditutup.

Kru Dhara Pos juga sempat mencari profile Jufri pada situs tersebut namun ternyata nama jufri pun tidak terdaftar.

Hal ini mungkin saja memberikan kejelasan bahwa status kesarjanaan yang diperoleh Jufri tidak diakui oleh Negara alias illegal, bahkan Universitasnya pun mungkin juga Ilegal.

Sementara itu, terkait proses penyesuaian Ijazah untuk kenaikan pangkat dan golongan bagi guru dan PNS dilingkup Pemda MTB dinilai sejumah kalangan bahwa hingga kini belum berjalan maksimal bahkan terkesan diskriminatif.

Seiring dengan tuntutan tugas dan profesi seorang Guru maupun PNS, mendorong banyak diantara guru dan pegawai yang berkeinginan melanjutkan pendidikan S1, S2 hingga S3.

Lembaga PT yang dipilih pun bermacam-macam mulai dari  perguruan tinggi  yang berada di dalam daerah maupun luar daerah.

Tekad untuk mengembangkan diri lewat pendidikan S1 kini menjadi pilihan setiap PNS yang berpendidikan SMA atau SMK, sedangkan yang berpendidikan S1 juga berlomba-lomba menguikuti pendidikan S2 maupun S3.

Namun persoalan yang sering muncul pasca mengikuti pendidikan tinggi yakni  proses penyesuaian ijazah, dimana pada titik ini, banyak PNS yang harus diperhadapkan dengan Peraturan pemerintah Nomor 99 tahun 2000 tentang Kenaikan  pangkat PNS yang memperolah ijazah S1,S2,maupun S3.

Berdasarkan ketentuan  PP 99 tersebut mereka yang bisa diusulkan kenaikankan pangkat adalah yang benar-benar memiliki surat ijin belajar atau surat tugas belajar yang diterbitkan Pemda berdasarkan kebutuhan.

Mungkin saja, bagi sejumlah Guru dan PNS yang meiliki kedekatan emosional, famili dan akses tertentu dengan pejabat  tertentu  mudah memperoleh  surat ijin termasuk fasilitas beasiswa dari Pemda.

Namun bagi yang sama tidak memiliki akses tersebut, harus pasrah dengan keadaan, bahkan ada sejumlah PNS yang sudah menyelesaikan studinya di perguruan tinggi dengan biaya sendiri, namun tidak mengantongi ijin belajar.

Proses kenaikan pangkat  bagi  Jufri Titirloloby juga menjadi sebuah potret  nyata, dimana kekuasaan sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk melanggengkan pangkat dan jabatannya/ sementara yang lain harus berpasrah dan bergulat pada sebuah masa depan yang tak pasti.


(dp-18)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *